Oleh : Muhammad Syarif,S.HI.,M.H
Reformasi pemerintahan yang terjadi di Indonesia telah
mengakibatkan terjadinya pergeseran paradigma penyelenggaraan pemerintahan dari
paradigma sentralistis kearah desentralisasi atau dikelanal dengan
sebutan pemberian otonomi yang luas dan nyata pada Daerah. Pemberian
otonomi ini dimaksudkan khususnya untuk lebih memandirikan Daerah serta
pemberdayaan masyarakat (empowering).
Sejalan dengan lahirnya Perpres 81 Tahun 2011 tentang
Grand Desing Reformasi, mengharuskan Pemerintah baik tingkat Pusat maupun
daerah agar menyusun Road Map Reformasi Birokrasi dalam menunju tatanan
pemerintahan yang baik. Disinilah butuh langkah-langkan strategis bagi
pengelola pemerintahan. Lantas mengapa diperlukan reformasi birokrasi? Ada
beberapa faktor yang menyebabkan perlunya Reformasi Birokrasi antara lain:
Pertama : ketidak percayaan yang meluas pada kinerja
pemerintahan. Masyarakat cendrung apatis dan tidak percaya terhadap kebijakan
yang dibuat oleh Pemerintah. Kedua:Praktek KKN yang paling tinggi. Model KKN
yang dibangun oleh penjabat Negara/ pengelola sistem pemerintahan cukup
pariatif mulai dari yang kecil sampai yang besar.Ketiga:Tingkat Kualitas
Pelayanan Publik belum sesuai dengan harapan masyarakat, Ketiga: Tingkat
efisiensi, efektifitas dan produktifitas birokrasi belum optimal, Keempat:
Disiplin dan Etos Kerja Aparatur masih lemah serta Kwalitas Aparatur masih
rendah.
Oleh Karena itu menjadi Penting menata pemerintahan
menuju Clear Goverment dan Good Goverment menjadi keharusan.
Seiring dengan kemajuan Teknologi jika dilakukan pengkajian mendalam atas perlunya
perubahan mendasar sistem Pemerintahan Daerah itu, maka pilihan terhadap
pelaksanaan Otonomi Daerah yang seluas-luasnya sudah barang tentu diperkirakan
dapat menjawab semangat reformasi yang sekarang memang sedang bergulir.
Oleh karena itu organisasi
pemerintah yang ada saat ini harus menata ulang dirinya untuk menciptakan
organisasi yang efisien dan produktif. Organisasi pemerintah harus
mengantisifasi dan mempunyai komitmen untuk menghadapi perubahan yang cepat
didalam pasar dan kebutuhan masyarakat.
Dalam rangka menghadapi tuntutan
perkembangan global tersebut dibutuhkan organisasi yang semakin mampu,
fleksibel, cepat dan tanggap terhadap kebutuhan masyarakat yang semakin
kompleks. Prakondisi yang kondusif yang memungkinkan perubahan organisasi perlu
diciptakan. Untuk itu pemerintah telah menetapkan suatu kebijaksanaan
perampingan organisasi sebagai salah satu
program prioritas pendayagunaan aparatur negara, sebagaimana amanat
Peraturan Pemerintah No.41 Tahun 2007 tentang susunan organisasi dan Tata Kerja
Perangkat Daerah yang memiliki prinsip rightsizing yaitu
upaya penyederhanaan birokrasi pemerintah yang diarahkan untuk mengembangkan
organisasi yang lebih proporsional dan transparan. Dengan upaya tersebut diharapkan organisasi perangkat
daerah tidak akan terlalu besar. Dengan semangat pembaharuan fungsi-fungsi
pemerintah (reinventing government) dalam rangka mendukung terwujudnya
tata pemerintahan daerah yang baik (good
local government).
Dalam Kontek inipula maka Pemerintah Kota Banda Aceh
perlu melakukan langkah-langkah terobosan dalam rangka meletakkan dasar-dasar
pijakan guna percepatan pelaksanaan dan keberlangsungan program Reformasi Birokrasi. Paling tidak ada 6
aspek yang harus dibenahi kedepan, antara lain:
Pertama:
Pemerintah Kota Banda Aceh harus melakukan evaluasi terhadap Susunan Organisasi
dan Tata Kerja Perangkat Daerah sebagaimana diatur dalam Qanun No.2 tahun 2008
pasca penerapan e-kinerja, sehingga terpetakan mana jabatan yang masih layak di
pertahankan dan mana jabatan yang harus di hilangkan, sehingga akan terciptanya
efisiensi dan efektifitas keuangan Daerah.
Kedua :
Pemerintah Kota Banda Aceh harus benar-benar konsisten terhadap hasil dari
Dokumen Analisis Jabatan dan Analisis Beban Kerja. Dokumen ini bukan hanya
sebatas, dokumen akan tetapi harus menjadi pedoman dalam menata kepegawaian,
kelembagaan dan ketatalaksanaan.
Ketiga:
Optimalisasi penggunaan Informasi Teknologi (IT) menjadi keharusan, disinilah
butuh penguatan Capasity Building
bagi aparatur. Apalagi Pemerintah Kota Banda Aceh menjadi salah satu Kota di
Nusantara yang telah menerapkan e-Kinerja sejak tahun 2012. Kita patut berbangga bahwa
Pemerintah Kota Banda Aceh telah mampu menuai segudang prestasi baik tingkat
lokal, nasional bahkan Internasional, tentunya prestasi ini perlu ditingkatkan
dan dipertahankan.
Keempat: Sudah
saatnya Pemerintah Kota menuju Reinventing
Government sebagai model baru dalam tatanan pelayanan publik. Konsep ini
digagas oleh David Orbosne & Ted Gebler pada Tahun 1992. Dimana pengelolaan
Pemerintahan di kombinasikan dengan konsep swastanisasi, sehingga akan
melahirkan persaingan yang sehat antar aparatur dan Instansi Pemerintah. Senioritas
dalam jabatan bukan menjadi syarat utama dalam menduduki jabatan dan yang
paling penting adalah kualitas dan Integritas aparatur. Semoga saja Pemerintah
Kota Banda Aceh akan menuju pada Reinventing
Government.
Kelima: Penerapan
E-kinerja harus didorong kepada upaya peningkatan produktifitas kinerja PNS dan
kinerja SKPD, untuk itu penguatan atas regulasi serta kejelasan atas kewenangan
lembaga UPTB Penilaian Kinerja menjadi keharusan.
Paling tidak ada dua kompenen yang harus diperkuat yaitu
capasitas SDM pada kelembagaan UPTB Penilaian Kinerja PNS terutama Tim e-kinerja
dan Pengelola IT. Kedua komponen tersebut harus benar-benar dibawah kendali
UPTB. Jika tidak akan memperpajang birokrasi dalam pelaksanaan tugas-tugas kedinasan. Kalau
pengelola IT masih melekat pada Bagian Administrasi Pembangunan dipastikan kelembagaan UPTB Penilaian agak sulit melakukan inovasi sesuai dengan kebutuhan organisasi, karena secara teknis dilapangan yang menghadapi problem dalam bekerja adalah UPTB, berbagai kebijakan teknis program e-kinerja terkadang dibuat tanpa melakukan kompromi dengan UPTB E-kinerja padahal secara teknis penggunanya adalah UPTB. Untuk
itulah sudah saatnya pasca pembenttukan UPTB Penilaian Kinerja PNS, personil
dan sarana prasarana IT yang selama ini
melekat pada Bagian Administrasi Pembangunan dialihkan menjadi Bagian Otonom
yang melekat secara penuh pada kelembagaan UPTB Penilaian Kinerja PNS.
Keenam: UPTB
Penilaian Kinerja PNS atau lebih dikenal dengan UPTB e-Kinerja harus
ditingkatkan eseloneringnya menjadi Eselon III.a, ini menjadi penting dalam
rangka kemandirian lembaga. Disamping itupula dengan beban yang semakin berat tidak mudah melakukan inovasi, serta cendrung terekendala secara teknis operasional. Sejatinya pasca penobatan E-Kinerja
sebagai Inovasi Pelayanan Publik Tahun 2014 oleh Kementrian Pendayaangunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Pemerintah Kota Banda Aceh perlu melakukan langkah-langkah strategis guna pengutanan SDM, Kelembagaan maupun sarana prasarana pada UPTB e-Kinerja.
*Penulis adalah Direktur Aceh Research Institute
Tidak ada komentar:
Posting Komentar