Oleh :
Muhammad Syarif,S.HI.,M.H*
Berdasarkan
Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh Pasal 183 ayat (1) dijelaskan
bahwa dana otonomi khusus merupakan penerimaan Pemeritah Aceh yang ditujukan
untuk membiayai pembangunan terutama pembangunan dan pemeliharaan
infrastruktur, pemberdayaan ekonomi rakyat, pengentasan kemiskinan, serta
pendanaan pendidikan, sosial dan kesehatan. Dana Otsus sebangaimana dimaksud pada ayat (1)
berlaku untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun dengan rincian untuk tahun
pertama sampai dengan tahun kelima belas yang besarannya setara dengan 2 % (dua
persen) Palafon Dana Alokasi Umum Nasional dan utuk tahun keenam belas sampai
dengan tahun kedua puluh yang besarannya setara dengan 1 % (satu persen) plafon
Dana Alokasi Umum Nasional.
Selain
itu, pada Pasal 182 undang-undang tersebut juga menjelaskan bahwa Aceh berhak
mengelola tambahan Dana Bagi Hasil minyak dan gas bumi paling banyak 70 % dan
dialokasikan untuk membiayai program pembangunan yang disepakati bersama antara
Pemerintah Aceh dengan pemerintah kabupaten/kota.
Dana
Otonomi khusus berlaku efektif sejak Tahun 2008 yang besaranya kalau
dikomulatifkan sejak Tahun 2008 s/d 2013 adalah 26,9 Triliun. Sungguh angka yang sangat bombastis. Menurut Ahmad
Farhan Hamid Wakil Ketua MPR RI sudah semestinya harus ada evaluasi menyeluruh
tentang penggunaan Dana Otsus di Aceh (Harian Serambi Indonesia, 18 Agustus
2013). Lebih lanjut Ahmad Farhan Hamid, penerimaan dana Otsus Aceh harus
diimbangi dengan perwujudan pemamfaatan. Untuk lebih rinci dapat kita ulaskan
besaran Data Otsus sejak 2008 s/d 2013 yaitu: 2008 sebesar Rp. 3,5 Triliun,
2009 sebesar Rp 3,7 triliun, 2010 sebesar Rp 3,8 Triliun, 2011 sebesar Rp 4,4
Triliun, 2012 sebesar Rp 4,4 Triliun, 2013 sebesar Rp 6,1 Triliun. Dana otsus
akan berakhir pada Tahun 2027. Lalu yang menjadi pertanyaan sederhana kita
apakah sejak transper dana Otsus dari Pusat ke pemerintah Aceh mamfaat dana
Otsus sudah dirasakan oleh rakyat Aceh? Tentu jawabannya beragam. Biar
masing-masing kita menilai. Tulisan ini bermaksud mengingatkan pengambil
kebijakan di Aceh untuk harus memikirkan langkah-langkah strategis dalam rangka
mewujudkan Aceh lebih bermartabat sebagaimana amanah Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2006.
Pemerintah
Pusat pada Tahun 2014 mengalokasikan Dana Otonomi Khusus untuk Aceh sebesar
Rp.8,1 Triliun sesuai pidato Presiden dalam rapat Paripurna DPR/MPR disenayan,
Jumat, 16 Agustus 2013. Tentunya angka tersebut terjadi kenaikan yang sangat
siknifikan. Untuk itulah perlu Transparansi Pemerintah Aceh dalam rangka
memastikan dana tersebut alokasinya sesuai peraturan perundang-undangan.
Aceh
telah memasuki tahun kedelapan pelaksanaan otonomi khusus yang diberikan oleh
pemerintah. Sebagai salah satu provinsi yang diberikan kewenangan khusus,
Pemerintah Aceh beserta seluruh komponen yang ada di dalamnya memiliki tanggung
jawab bersama untuk mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat dan
mengejar ketertinggalan pembangunan di seluruh sektor. Konsekuensinya,
Pemerintah Pusat juga berkewajiban atas percepatan peningkatan kesejahteraan
dan pembangunan itu dengan memberikan dukungan melalui aliran dana otonomi khusus
dan dana bagi hasil migas.
Namun
ironisnya, realisasi dana tersebut masih belum memperlihatkan manfaat atas
upaya peningkatan kesejahteraan yang signifikan semenjak UU No.11 Tahun 2006 diundangkan.
Berbagai pertanyaan pun dilontarkan kepada Pemerintah Aceh yang paling
bertanggung jawab atas penyelenggaraan otonomi khusus tersebut. Bukankah
pemerintah pusat telah memprioritaskan Aceh dengan limpahan dana otonomi khusus
dan kelebihan dana bagi hasil migas bila dibandingkan dengan provinsi lainnya
agar ketertinggalan pembangunan dapat terkejar hingga lahirnya kemandirian?
Sejumlah
berita dari media akhir-akhir ini banyak yang mengetengahkan permasalahan
akuntabilitas dan transparansi birokrasi di Aceh yang ditunjukkan lewat
realisasi fisik dan keuangan dari dana otonomi khusus. Salah satunya terkait
dengan kegiatan Kunjungan Kerja Wakil Gubernur Aceh Muzakir Manaf tahun 2012 ke
19 kabupaten/kota di provinsi Aceh yang menyimpulkan bahwa sebagian besar
proyek pembangunan di Aceh yang dibiayai oleh dana otonomi khusus dinilai
kurang tepat sasaran dan berpotensi tidak siap tepat pada waktunya. Contohnya antara lain adalah sekolah unggul yang
didirikan di tengah hutan, proyek pembangunan kolam renang yang secara
fungsional belum dibutuhkan, dan pabrik minyak goreng yang dibangun di tepi
jurang.
Bahkan,
menurut Ketua Panitia Akuntabilitas Publik (PAP) Dewan Perwakilan Daerah RI
Farouk Muhammad menyatakan bahwa berdasarkan hasil temuan BPK RI terhadap audit
penggunaan dana otonomi khusus Pemerintah Aceh menunjukkan adanya
ketidakjelasan penggunaan dana otonomi khusus pada tahun 2011 yang dilaksanakan
oleh birokrasi Pemerintah Aceh, sehingga pengelolaannya cenderung tidak
transparan dan tepat sasaran.
Berdasarkan
dugaan bahwa birokrasi Pemerintah Aceh tidak akuntabel dan transparan dalam
penyelenggaraan otonomi khusus sesuai dengan kaidah prinsip-prinsip
administrasi publik. Untuk itulah kiranya tidak berlebihan
kalau masyarakat berhak menyoal akan penggunaan data otonomi khusus tersebut.
Dana
Otsus harus memberikan dampak langsung kepada kesejahteraan masyarakat Aceh
pasca komflik. Saatnya Gubernur harus benar-benar menjalankan kekuasaannya
sesuai komitmen “perjuangan Politik” saat kampanye dulu. Jangan seperti nyanyian”
kau yang mulai-kau yang mengakhiri”, atau masih ada dusta diantara kita. Semoga
nawaitu orang nomor wahid di Aceh benar-benar memikirkan nasib rakyatnya, bukan
malah sibuk memikirkan Partai yang mengantarkan dia ke kursi kekuasaan.
Ingat
setiap pemimpin akan diminta pertanggungjawabannya di Yaumul Makshar. Saya kira
belum terlambat untuk membenahi penggunaan dana Otsus. Buktikan Janji pada saat
kampanye dulu, jika tidak maka jelaskan apa yang diajari Rasulullah kepada
Ummatnya bahwa ciri-ciri orang munafik adalah bila berkata dia dusta, bila ia dipercaya
dia berkianat, bila berjanji dia mengingkarinya. Semoga kita tidak termasuk
orang yang munafik. Wallahu `alam bishawab.
*Wakil Ketua DPD KNPI
Kota Banda Aceh/Alumni Tannasda (Lemhanas Pemuda) Angkatan I
Tidak ada komentar:
Posting Komentar