Oleh : Solahuddin
Al Habibi Mz
Akhir-akhir ini masalah korupsi sedang hangat-hangatnya dibicarakan publik,
terutama dalam media massa baik lokal maupun nasional. Saya sebagai mahasiswa
ilmu hukum akan mencoba memberikan opini yang saya ketahui tentang permasalahan
korupsi di negeri ini. Banyak para ahli mengemukakan pendapatnya tentang
masalah korupsi ini. Pada dasarnya, ada yang pro adapula yang kontra. Akan
tetapi walau bagaimanapun korupsi ini merugikan negara dan dapat merusak
sendi-sendi kebersamaan bangsa. Pada hakekatnya, korupsi adalah “benalu sosial”
yang merusak struktur pemerintahan, dan menjadi penghambat utama terhadap
jalannya pemerintahan dan pembangunan pada umumnya.
Dalam prakteknya, korupsi sangat sukar bahkan hampir tidak mungkin dapat
diberantas, oleh karena sangat sulit memberikan pembuktian-pembuktian yang
eksak. Disamping itu sangat sulit mendeteksinya dengan dasar-dasar hukum yang
pasti. Namun akses perbuatan korupsi merupakan bahaya latent yang harus
diwaspadai baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat itu sendiri.
Korupsi adalah produk dari sikap hidup satu kelompok masyarakat yang
memakai uang sebagai standard kebenaran dan sebagai kekuasaaan mutlak. Sebagai
akibatnya, kaum koruptor yang kaya raya dan para politisi korup yang
berkelebihan uang bisa masuk ke dalam golongan elit yang berkuasa dan sangat
dihormati. Mereka ini juga akan menduduki status sosial yang tinggi dimata
masyarakat.
Korupsi sudah berlangsung lama, sejak zaman Mesir Kuno, Babilonia, Roma
sampai abad pertengahan dan sampai sekarang. Korupsi terjadi diberbagai negara,
tak terkecuali di negara-negara maju sekalipun. Di negara Amerika Serikat
sendiri yang sudah begitu maju masih ada praktek-praktek korupsi. Sebaliknya,
pada masyarakat yang primitif dimana ikatan-ikatan sosial masih sangat kuat dan
kontrol sosial yang efektif, korupsi relatif jarang terjadi.
Korupsi dimulai dengan semakin mendesaknya usaha-usaha pembangunan yang
diinginkan, sedangkan proses birokrasi relaif lambat, sehingga setiap orang atau
badan menginginkan jalan pintas yang cepat dengan memberikan imbalan imbalan
dengan cara memberikan uang pelicin (uang sogok). Praktek ini akan berlangsung
terus menerus sepanjang tidak adanya kontrol dari pemerintah dan masyarakat,
sehingga timbul golongan pegawai yang termasuk OKB-OKB (orang kaya baru) yang
memperkaya diri sendiri (ambisi material.
Korupsi tidak dapat dibiarkan berjalan begitu saja kalau suatu negara ingin
mencapai tujuannya, karena kalau dibiarkan secara terus menerus, maka akan
terbiasa dan menjadi subur dan akan menimbulkan sikap mental pejabat yang
selalu mencari jalan pintas yang mudah dan menghalalkan segala cara (the end
justifies the means).
Untuk itu, korupsi perlu ditanggulangi secara tuntas dan bertanggung jawab.
Seperti dikemukakan oleh Dra. ERIKA REVIDA, MS. seorang ahli hukum yang saya
dapatkan literaturnya dari internet menjelaskan bahwa, Cara penanggulangan
korupsi adalah bersifat Preventif dan Represif.
Pencegahan (preventif) yang perlu dilakukan adalah dengan menumbuhkan dan
membangun etos kerja pejabat maupun pegawai tentang pemisahan yang jelas antara
milik negara atau perusahaan dengan milik pribadi, mengusahakan perbaikan
penghasilan (gaji), menumbuhkan kebanggaan-kebanggaan dan atribut kehormatan
diri setiap jabatan dan pekerjaan, teladan dan pelaku pimpinan atau atasan
lebih efektif dalam memasyarakatkan pandangan, penilaian dan kebijakan, terbuka
untuk kontrol, adanya kontrol sosial dan sanksi sosial, menumbuhkan rasa “sense
of belongingness” diantara para pejabat dan pegawai. Sedangkan tindakan yang
bersifat Represif adalah menegakan hukum yang berlaku pada koruptor dan
penayangan wajah koruptor di layar televisi dan herregistrasi (pencatatan
ulang) kekayaan pejabat dan pegawai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar