Rabu, 04 Februari 2015

Fikih Giok



Oleh Hadini Murdhana

Demam giok. Inilah yang melanda masyarakat Aceh belakangan ini. Ia menjadi buah bibir hampir seluruh masyarakat mulai dari kalangan bawah sampai kalangan atas. Ia juga menjadi topik hangat yang selalu diperbincangkan di setiap tempat mulai dari pasar-pasar loak, warung kopi, acara-acara pesta sampai masuk di tempat-tempat perkantoran. Pendeknya, topik giok sekarang ini tidak lagi dibatasi oleh tempat, waktu, kelamin maupun usia.


Secara ekonomi, fenomena ini tentu saja menguntungkan. Sebab kehadiran giok saat ini ternyata telah turut menambah geliat ekonomi di Aceh. Sebagian masyarakat ada yang menjadikan giok sebagai lahan baru untuk mencari nafkah dengan menggali lahan-lahan yang menjadi sumber giok. Pedagang-pedagang giok pun bermunculan bak jamur di musim hujan, mulai dari pedagang giok tradisional di pinggir jalan sampai di pusat-pusat perbelanjaan modern seperti di mal-mal.

Selain menguntungkan secara ekonomis, kemeriahan giok di Aceh saat ini bahkan turut membuat nama Aceh semakin melambung di mata provinsi atau daerah-daerah lain. Sehingga bagi mereka yang datang ke Aceh belum sempurna rasanya jika tidak membawa pulang giok sebagai oleh-oleh. Saat ini giok telah berhasil menggantikan ‘rencong Aceh’ sebagai cendera mata.

Namun di balik kemeriahan giok tersebut, muncul sebuah kekhawatiran, di mana disadari atau tidak, pemahaman sebagian masyarakat tentang giok ternyata berdampak pada agama. Ada sisi lain pemahaman giok yang telah membuat sendi-sendi kemurnian Agama Islam menjadi tergerogoti, bahkan pemahaman masyarakat tentang giok terkadang berseberangan dengan ajaran Islam itu sendiri.

Tidak berdalil
Dari pengalaman penulis, seringkali perbincangan-perbincangan tentang giok dikaitkan dengan keyakinan-keyakinan tertentu yang tidak berdalil, yang sebenarnya tidak ada dalam agama, atau belum terbukti secara ilmiah. Sebagai misal penulis pernah mendengar cerita seorang kawan yang menjelaskan giok dari sisi mistis, yang mengatakan batu A bisa dijadikan sebagai pemanis, batu B bisa digunakan sebagai pelindung, batu C untuk kekebalan, batu D untuk ini dan itu dan sebagainya. 

Pemahaman-pemahaman seperti ini sebenarnya tidak dibenarkan di dalam Islam, karena hal tersebut telah masuk ke dalam wilayah khurafat yang sangat ditentang oleh Islam, sebagaimana kita ketahui bahwa khurafat adalah kepercayaan terhadap benda-benda atau ucapan, atau peristiwa tertentu yang dianggap mempunyai kekuatan, pemahaman seperti ini tidak hanya bertentangan dengan Islam tapi juga telah membuat kita mundur kembali ke belakang seperti zaman purbakala yang berfaham Dinamisme yang mempercayai kekuatan-kekuatan benda-benda tertentu.

1 komentar:

  1. saya yakin blog agan pasti rame, karena indonesia memang sedang rame dan tren batu, tak ketinggalan batu giok. namun banyak orang yang belum tahu khasiat batu giok dan bagaimana cara mendapatkan khasiat batu giok yang sesungguhnya.
    selain suka minuman berenergi, orang Indonesia juga suka menggunakan aksesoris giok seperti gelang giok dan lain sebagainya, namun tidak merasakan apapun, inilah rahasi yang tidak semua orang tahu dan bisa mendapatkannya.
    jika anda juga ingin tahu cara mendapatkan khasiatnya dengan benar
    silakan klik DISINI>> BATU GIOK

    BalasHapus